Kamis, 18 Juni 2009

Lihatlah Apa Yang Dikatakan, Jangan Lihat Siapa Yang Berkata

Dalam beberapa catatan hadits tentang keutamaan Ayat Kursi diceritakan bahwa suatu ketika Abu Huroiroh ditugaskan untuk menjaga harta zakat. Namun selama tiga malam berturut-turut selalu ada seorang maling yang datang dan mencuri harta zakat tersebut. Sebetulnya oleh Abu Huroiroh maling tersebut sudah tertangkap, namun karena si maling tersebut selalu berjanji untuk tidak datang lagi maka Abu Huroiroh merasa iba dan melepaskannya.

Pada hari ketiga, di saat Abu Huroiroh sudah sangat kesal atas kelakuan si maling tadi, barulah si maling tadi mengaku bahwa sesungguhnya dia adalah syetan. Dan si syetan tersebut sempat mengatakan:” Bila anda ingin agar saya tidak bisa datang lagi, maka bacalah “Ayat Kursi”.
Ketika kejadian tersebut dilaporkan kepada Rosululloh SAW, beliau menyabdakan : “ Benar juga (syetan) si pendusta itu”.
Dari hadits tersebut kita bisa mengambil pelajaran bahwa walaupun yang mengatakan itu adalah syetan, tetapi karena yang dikatakan ketika itu adalah suatu kebenaran maka Rosululloh pun membenarkan. (Bahwa salah satu keutamaan Ayat Kursi adalah sebagai pengusir syetan).

Sekarang saya ingin membuat suatu perandaian. Andaikan tetangga anda tadi mengatakan:” Sebagai sesame tetangga, kita harus saling menghormati dan tidak boleh saling menipu”. Maka tidak boleh lantas mengatakan:” Betapapun bagusnya perkataanmu, saya tidak akan peduli, karena kamu suka berbuat maksiat”. Apakah lantas kita jadi boleh menyakiti tetangga atau boleh menipu orang lain gara-gara orang yang menasihatkan kalimat tadi adalah orang yang suika bernuat maksiat? ‘kan tidak begitu. Adapun orang yang suka berbuat maksiat, maka kemaksiatannya itu akan menjadi tanggung jawabnya dan tentu saja tidak boleh kita tiru dan tidak boleh kita idolakan.
Maka perlu kita renungkan suatu kalimah hikmah yang diriwayatkan pernah dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Tholib : “Unzhur maa qiila , walaa tanzhur man qoola”. Cermati apa yang dikatakan , tak usah lihat siapa yang mengatakannya.

Sebagai manusia, kita tidak luput dari salah dan lupa. Dalam keadaan kita lupa, mestinya kita bersyukur bila ada yang mengingatkan kita, siapapun dia. Pada hakekatnya, Alloh jualah yang mengingatkan kita, dan peringatan dari Alloh bisa jadi lewat manusia yang menjadi perantara sampainya peringatan itu kepada kita. Mudah-mudahan Alloh SWT, memberi kekuatan pada kita agar kita bisa selalu berkata benar dan berbuat benar pula. Tidak hanya sekedar berkata atau mengaku benar tapi berbuat salah.

Wallohul-musta’aan walaa haula walaa quwwata illaa billah. Wasalaamu’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar